Ketua Fraksi NasDem Kepri, Drs. Khazalik menanggapi serius tentang adanya surat dari Ketua DPRD Kepri kepada Presiden perihal percepatan integrasi Batam, Bintan, Karimun Tanjungpinang tanggal 22 April 2021 lalu. Karena surat tersebut telah menimbulkan polemik dan isu yang berkembang terkait kedudukan Walikota Batam sebagai ex officio Kepala BP Batam sebagaimana diatur dalam PP/62/2019. Dalam Surat tersebut disebutkan berdasarkan evaluasi dan pertimbangan menyimpulkan Presiden perlu mengevaluasi ketentuan mengenai posisi Walikota Batam Ex-officio sebagai Kepala BP Batam.
Menurut Khazalik, ia memang mendengar adanya isu dan polemik di masyarakat terkait surat dari Ketua DPRD Provinsi Kepri itu. Tetapi sampai saat ini ia mengaku belum mendapat jawaban akan benar tidaknya ada surat tersebut dikirimkan oleh Ketua DPRD Kepri kepada Presiden.
“ Saya sudah menanyakan melalui pesan wattsapp langsung ke ketua, namun belum mendapatkan jawaban, “ terang Kazalik.
Seperti diketahui surat Ketua DPRD Kepri itu juga menyebutkan ketidaksiapan struktural BP Batam dalam mengimplementasikan kewenangan 67 perizinan yang akan dilimpahkan sesuai ketentun PP/41/2021, serta percepatan rencana pengintegrasian kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas Batam, Bintan, Karimun untuk dapat segera terwujud pada tanggal 2 Juni 2021.
Kesimpulan itu oleh Ketua DPRD dalam surat bernomor 130/160/IV/2021 itu didasarkan evaluasi dan pertimbangan antara lain, perlambatan ekonomi di Provinsi Kepulauan Riau dan khususnya di kawasan perdagangan bebas Batam, Bintan, Karimun (BBK). Kemudian sejak diberlakukannya PP Nomor 62 tahun 2019 yang mana salah satu ketentuannya adalah posisi Walikota Batam ex offico Kepala BP Batam, ternyata belum memberikan pengaruh positif bagi percepatan ekonomi dan investasi di kawasan dan penguatan organisasi BP Batam. Tak hanya itu posisi ex officio belum terbukti menghasilkan terobosan kebijakan yang mampu mempercepat pemulihan ekonomi sejak pandemik melanda Kepulauan Riau.
Bahkan dalam surat itu disebutkan kekhawatirkan pelimpahan 67 kewenangan perizinan dari pusat kepada Badan Pengusahaan Batam sebagaimana diatur dalam PP 41/2021, belum dapat terpenuhi dalam empat bulan sesuai amanah pasal 80 PP 41/2021 hingga tenggat waktu tanggal 2 Juni 2021 karena ketidaksiapan internal BP Batam.
Khazalik dalam menanggapi isu dan polemik terkait isi surat tersebut mempertanyakan apakah sudah tepat, valid dan proporsional evaluasi dan pertimbangannya ? Sehingga memberikan kesimpulan untuk merivisi ketentuan PP/62/2019 terkait ex officio Ketua BP Batam yang dijabat oleh Walikota Batam.
“ Sebab jika kita ingat bagaimana polemik lahirnya kebijakan ex officio itu tidak lain adalah dijiwai kehendak untuk menghilangkan dualisme kewenangan, mengintegrasikan daya saing pembangunan dan terkait juga dengan memperkuat penyelenggaraan otonomi daerah,” jelasnya.
Makanya dalam pertimbangannya kebijakan ex officio itu secara eksplisit disebutkan di PP/62/2019 itu bahwa pengembangan pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam ( KPBPB ) atau BP Batam itu adalah untuk pengaturan sinkronisasi dan koordinasi antara BP Batam dan Pemerintah Kota Batam mengenai kegiatan yang berkaitan dengan pembangunan infrastruktur publik dan kepentingan umum. Pengembangan tersebut harus dilakukan sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Batam.
Jadi jelas secara tegas disebutkan keharusan untuk perencanaan bersama berkaitan dengan pembangunan infrastruktur publik dan kepentingan umum yang terkoordinasi, sinkron dan terintegrasi.
“ Oleh sebab itu dalam dalam pasal 2A huruf angka (1a) disebutkan Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam dijabat ex officio oleh Wali Kota Batam, “ jelas Kazalik menambahkan.
Khazalik sepakat sebaiknya jabatan exofficio itu tetap dipertahankan. Karena menurutnya sungguh naif mengabaikan pertimbangan yang begitu kompleks dan matang serta melibatkan banyak pemangku kepentingan saat pemerintah menerbitkan aturan PP/62/2019 itu. Selain itu juga sangat naif menilai waktu yang singkat untuk merevisi kebijakan ex officio itu yang berskala besar, hanya karena penilaian sumir atas data-data perekonomian Kepri khususnya di kawasan perdagangan bebas Batam Bintan Karimun (BBK).
Menanggapi kondisi perekonomian Kepri dan kinerja ex officio terkait kesiapan struktur BP Batam menangani 67 kewenangan perizinan yang akan diimpahkan sesuai ketentuan PP/41/202, Khazalik mengatakan semestinya perlu dicermati lagi data dan laporan kinerja investasi yang dicatatkan BP Batam dan perkembangan perekonomian Kepri berdasarkan laporan kantor BPS (statistik).
Kazalik menjelaskan bahwa berdasarkan laporan tahunan BP Batam tercatat pada 2020 lalu total investasi yang sudah terealisasi sebesar US$.634.031. Capaian ini memang lebih kecil dari capaian 2019 sebesar US$.750.768, namun kontraksinya hanya sebesar kisaran 15,54% dalam masa-masa sulit tekanan pandemik Covid-19.
“ Namun jika dilihat dari jumlah proyek kegiatan, investasi 2020 meningkat jumlah proyek kegiatan berjumlah 1.714 investsi dibanding tahun 2019 yang berjumlah 968 investasi. Ini membuktikan bahwa ketahanan investasi dan iklim perekonomian Batam cukup terjaga karena tumbuh dan berkembangnya usaha skala kecil dan menengah,” tegasnya.
Hal itu menurutnya bisa menepis anggapan yang menilai bahwa Walikota Batam ex offico Kepala BP Batam, ternyata belum memberikan pengaruh positif bagi percepatan ekonomi dan investasi di kawasan dan penguatan organisasi BP Batam.
Selain itu mengutip rilis resmi dari Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Kepri, mencatat pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau (Kepri) pada Triwulan (Tw) I di Tahun 2021 tumbuh negative sebesar 1,12 persen jika dibandingkan dengan Tw IV 2020.
Menurut penjelasan kepala BPS Agus Sudibyo dalam rilis itu, menurunnya pertumbuhan ekonomi Kepri di triwulan I 2021, salah satunya dipicu oleh pengeluaran konsumsi pemerintah atau serapan anggaran yang rendah, tambah kazalik.
Kemudian tentang alasan bahwa revisi ex officio itu juga terkait alasan menjamin terealisasinya tenggat waktu yang diberikan PP/41/2021 untuk integrasi kawasan perdagangan bebas dan Pelabuhan bebas Batam Bintan Karimun yang harus terealisasi paling lambat 2 Juni 2021 mendatang, Khazalik mengatakan hal itu adalah domainnya pemerintah pusat.
“ Sudah jelas dalam PP/41/2021 itu diatur soal kelembagaan Kawasan Pengusahaan. Bahwa dewan kawasan diketuai oleh menteri kordinator, dewan kawasan mempunyai tugas dan wewenang menetapkan kebijakan umum, membina, mengawasi, dan mengoordinasikan kegiatan badan pengusahaan,” jelasnya.
Lanjutnya, Dewan Kawasan membentuk Badan Pengusahaan untuk 1 (satu) KPBPB atau lebih dari 1 (satu) KPBPB. Kemudian kepala dan anggota Badan Pengusahaan diangkat dan ditetapkan oleh Dewan Kawasan.
“ Inikan domain pusat. Jadi pemerintah pusatlah yang merespon soal tenggat waktu tersebut, yang pasti terkait dengan kesiapan menetapkan berbagai regulasi terkait pengaturan dan kewenangan baik perencanaan tata ruang nasional yang terintegrasi maupun perizinan-perizinan bagi pelaku usaha, “ akhir Khazalik. (ch)